Saya adalah anak bungsu dari empat bersaudara, umurku 14 tahun, waktu yang tak terasa membawaku duduk di bangku SMP Kelas IX. Saya berasal dari Nanga Awin. Saya sekolah di SMPN 01 Embaloh Hulu sekarang saya tinggal di Talie di kampung halaman mama.
Dulu sebelum saya sekolah di Martinus, saya ingin tetap sekolah di Nanga Awin, tetapi karena adanya musibah yang menimpa nenekku jatuh sakit dan tidak ada yang merawatnya, aku terpaksa mengikuti mama pulang ke kampungnya, karena saya sendiri tidak bisa jauh dari mama, sehingga situasi membuatku tidak bisa sekolah di Nanga Awin. Aku sedikit sedih karena pisah dengan keluarga di kampung serta teman-temanku, kami sudah berjanji untuk tidak saling meninggalkan satu sama lain, kami bersepakat untuk bersama-sama meraih cita-cita, tetapi itulah keadaan yang tak terduga membuatku tidak bisa bersama-sama dengan mereka lagi.
Saat aku kelas VII, tiba-tiba musibah yang begitu memilukan hati menimpa keluarga. Nenekku di panggil ke pangkuan Sang Pencipta, waktu yang singkat membuat kami belum bisa menerima keadaan yag tak terduga ini. Sebelum nenek meninggal dia selalu berdoa setiap malam di kamarnya, dia meminta umur yang panjang serta memohon perlindungan untuk anak dan cucu-cucunya, tetapi Tuhan berkehendak lain. Saya hanya bisa melihat nenek dengan waktu yang sangat singkat.
Setelah nenek sudah meninggal dua tahun, bapakku pun menyusul aku dan mama ke Talie, dia pun ikut tinggal bersama kami di kampung mamaku, tetapi tak lama kemudian bapakku jatuh sakit dan harus di bawa pulang ke Nanga Awin. Abangku segera menjemput bapak dan mama untuk membawa bapak pulang ke sana, dan akhirnya aku tinggal bersama om saudara mama yang bungsu. Waktu yang sangat cepat berputar membuat aku terbiasa tanpa bapak dan mama yang mana dulunya aku tidak bisa jauh dari orang tuaku, sekarang aku hidup mandiri. Aku adalah anak terakhir harapan keluarga, aku dituntut harus bisa menjadi seperti saudaraku yang lain.
Pada hari Sabtu pulang sekolah, aku pulang ke kampung halamanku, karena aku sangat rindu dengan bapak dan mamaku serta keluarga ku yang lain. Setelah aku sampai di Nanga Awin aku langsung ngobrol bareng dengan keluarga. Mereka selalu mengharapkan agar jangan lupa berdoa. “Saya sangat rindu ma” kataku. "Iya dek, itu sangat perlu ketika kita ingin pergi kemanapun, kita jangan lupa berdoa, supaya Tuhan selalu menyertai dan melindungi kita" ucap mama.
Suatu sore saya, bapak, mama nyantai di teras depan sambil minum segelas teh hangat sambil bercerita, aku bertanya kepada bapak. "Abang dulu pernah mengeluh nda pak?" tanya ku kepada bapak.
"Nga dek, abang dulu sangat bertekad untuk menggapai cita-citanya, nga pernah sedikit pun mengeluh” Jawab bapak. Mama juga melanjutkan, katanya “Abangmu tau gimana susahnya mama dan bapak berjuang supaya abang bisa sekolah" kata mama.
"Oh gitu ya pak, ma" jawabku kepada bapak dan mama. Setelah aku bertanya kami kembali minum teh yang masih hangat.
Iya Pan, Tani Na Ujari Anu
singgah" jawabku. Tak lama kemudian aku pun berangkat. Aku menempuh perjalanan selama satu jam setengah, datang ke Talie. Keesokan harinya, aku pergi ke sekolah, sepulang sekolah aku beristirahat sambil melamun, saya memikirkan masa depanku, bagaimana kalau tidak sesuai harapanku, saya takut ekspektasiku tak sesuai yang kuinginkan. Tapi aku berpikir, abangku saja tidak mengeluh, masa saya mengeluh, aku pasti bisa menjadi seperti abang yang bisa membanggakan bapak dan mama. Dari situ aku mulai termotivasi untuk tidak mengeluh, aku yakin aku pasti bisa menggapai impianku itu.
Keesokan harinya, tiba waktunya aku pulang ke Martinus, aku sangat sedih, karena tidak bisa lama bertemu dengan keluarga, tapi mau bagaimana lagi aku masih harus sekolah demi masa depanku. Mama berkata kepadaku, "Dek, belajar yang bagus, jangan nakal, uang hemat-hemat jangan boros pakai untuk keperluan sekolah, jangan dipakai ke lain" ucap mama.
"Iya ma" jawab ku dengan muka sedihku....
"Udah jangan nangis, gak boleh jalan jauh" kata mama...
"Iya ma, aku berangkat dulu" responku.
Bapak pun berkata...
"Hati-hati dek, jangan ngebut, kalau hujan singga jangan paksa jalan" ucap bapak.
"Iya pak, nanti kalo hujan aku singgah" jawahku
Saya adalah anak bungsu dari empat bersaudara, umurku 14 tahun, waktu yang tak terasa membawaku duduk di bangku SMP Kelas IX. Saya berasal dari Nanga Awin. Saya sekolah di SMPN 01 Embaloh Hulu sekarang saya tinggal di Talie di kampung halaman mama.
Dulu sebelum saya sekolah di Martinus, saya ingin tetap sekolah di Nanga Awin, tetapi karena adanya musibah yang menimpa nenekku jatuh sakit dan tidak ada yang merawatnya, aku terpaksa mengikuti mama pulang ke kampungnya, karena saya sendiri tidak bisa jauh dari mama, sehingga situasi membuatku tidak bisa sekolah di Nanga Awin. Aku sedikit sedih karena pisah dengan keluarga di kampung serta teman-temanku, kami sudah berjanji untuk tidak saling meninggalkan satu sama lain, kami bersepakat untuk bersama-sama meraih cita-cita, tetapi itulah keadaan yang tak terduga membuatku tidak bisa bersama-sama dengan mereka lagi.
Saat aku kelas VII, tiba-tiba musibah yang begitu memilukan hati menimpa keluarga. Nenekku di panggil ke pangkuan Sang Pencipta, waktu yang singkat membuat kami belum bisa menerima keadaan yag tak terduga ini. Sebelum nenek meninggal dia selalu berdoa setiap malam di kamarnya, dia meminta umur yang panjang serta memohon perlindungan untuk anak dan cucu-cucunya, tetapi Tuhan berkehendak lain. Saya hanya bisa melihat nenek dengan waktu yang sangat singkat.
Setelah nenek sudah meninggal dua tahun, bapakku pun menyusul aku dan mama ke Talie, dia pun ikut tinggal bersama kami di kampung mamaku, tetapi tak lama kemudian bapakku jatuh sakit dan harus di bawa pulang ke Nanga Awin. Abangku segera menjemput bapak dan mama untuk membawa bapak pulang ke sana, dan akhirnya aku tinggal bersama om saudara mama yang bungsu. Waktu yang sangat cepat berputar membuat aku terbiasa tanpa bapak dan mama yang mana dulunya aku tidak bisa jauh dari orang tuaku, sekarang aku hidup mandiri. Aku adalah anak terakhir harapan keluarga, aku dituntut harus bisa menjadi seperti saudaraku yang lain.
Pada hari Sabtu pulang sekolah, aku pulang ke kampung halamanku, karena aku sangat rindu dengan bapak dan mamaku serta keluarga ku yang lain. Setelah aku sampai di Nanga Awin aku langsung ngobrol bareng dengan keluarga. Mereka selalu mengharapkan agar jangan lupa berdoa. “Saya sangat rindu ma” kataku. "Iya dek, itu sangat perlu ketika kita ingin pergi kemanapun, kita jangan lupa berdoa, supaya Tuhan selalu menyertai dan melindungi kita" ucap mama.
Suatu sore saya, bapak, mama nyantai di teras depan sambil minum segelas teh hangat sambil bercerita, aku bertanya kepada bapak. "Abang dulu pernah mengeluh nda pak?" tanya ku kepada bapak.
"Nga dek, abang dulu sangat bertekad untuk menggapai cita-citanya, nga pernah sedikit pun mengeluh” Jawab bapak. Mama juga melanjutkan, katanya “Abangmu tau gimana susahnya mama dan bapak berjuang supaya abang bisa sekolah" kata mama.
"Oh gitu ya pak, ma" jawabku kepada bapak dan mama. Setelah aku bertanya kami kembali minum teh yang masih hangat.
Iya Pan, Tani Na Ujari Anu
singgah" jawabku. Tak lama kemudian aku pun berangkat. Aku menempuh perjalanan selama satu jam setengah, datang ke Talie. Keesokan harinya, aku pergi ke sekolah, sepulang sekolah aku beristirahat sambil melamun, saya memikirkan masa depanku, bagaimana kalau tidak sesuai harapanku, saya takut ekspektasiku tak sesuai yang kuinginkan. Tapi aku berpikir, abangku saja tidak mengeluh, masa saya mengeluh, aku pasti bisa menjadi seperti abang yang bisa membanggakan bapak dan mama. Dari situ aku mulai termotivasi untuk tidak mengeluh, aku yakin aku pasti bisa menggapai impianku itu.
Keesokan harinya, tiba waktunya aku pulang ke Martinus, aku sangat sedih, karena tidak bisa lama bertemu dengan keluarga, tapi mau bagaimana lagi aku masih harus sekolah demi masa depanku. Mama berkata kepadaku, "Dek, belajar yang bagus, jangan nakal, uang hemat-hemat jangan boros pakai untuk keperluan sekolah, jangan dipakai ke lain" ucap mama.
"Iya ma" jawab ku dengan muka sedihku....
"Udah jangan nangis, gak boleh jalan jauh" kata mama...
"Iya ma, aku berangkat dulu" responku.
Bapak pun berkata...
"Hati-hati dek, jangan ngebut, kalau hujan singga jangan paksa jalan" ucap bapak.
"Iya pak, nanti kalo hujan aku singgah" jawahku